Home » , , » Cerber - Seperti Sebuah Bintang Part 18 "Let It Flow"

Cerber - Seperti Sebuah Bintang Part 18 "Let It Flow"

Cerber

#repost Seperti Sebuah Bintang Part 18 "Let It Flow"
cerber,cerpen,cerpan
 Dengan linangan air mata yang tidak bisa ia bendung lagi, Sivia terduduk dengan lemah didepan ruang ICU menunggu Alvin yang saat itu tengah ditangani oleh seorang Dokter dan beberapa orang suster.
            Suara isak tangis Sivia seakan menjadi backsound dari kegetiran hatinya saat ini. Didalam sana, Si Kunyuk yang super menyebalkan itu tengah berjuang diantara hidup dan mati. Dan Sivia merasa sangat takut dengan segala kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi. Sivia tidak ingin kehilangan Alvin. Masa kah Tuhan begitu tega merenggut kebahagiaan yang baru semalam Sivia raih? Sivia tahu Tuhan tidak akan setega itu. Alvin pasti akan baik-baik saja.
            Dalam hati Sivia terus berdoa dengan satu harapan agar Si Kunyuk itu baik-baik saja. Secara tiba-tiba ingatan Sivia tentang kebersamaannya dengan Alvin berputar kembali diotaknya dan menimbulkan rasa sesak yang semakin menjadi.
            Suara tangis Sivia nyaris pecah. Jika tidak ingat bahwa saat ini ia sedang berada dirumah sakit, mungkin Sivia sudah mengeluarkan tangisannya sekuat ia mampu.
            “Via….” Panggil Cakka dengan cemas seraya duduk disamping Sivia.
            Menyadari kehadiran Sahabatnya itu, Sivia langsung saja membawa dirinya kedalam pelukan Cakka. 10 menit yang lalu Sivia menelpon Cakka dan meminta Cakka untuk segera pergi kerumah sakit tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Merasa cemas dengan keadaan Sivia, Cakka langsung pergi kerumah sakit.
            Sivia meremas kuat-kuat kerah kemeja Cakka dengan suara isakkan tertahan. Cakka menepuk pundak Sivia beberapa kali lantas mulai mengajukan sebuah pertanyaan,
            “ada apa Vi sebenernya?”
            “Hiks…Hiks… Alvin, Kka, Alvin….”
            “Alvin kenapa?”
            “tadi Alvin nyelametin gue dari 2 orang preman, te… terus, pas salah satu dari preman itu mau nusuk gue dari belakang, A…Alvin malah ngedorong gue, A…Alvin nggak sempet nyelametin dirinya… preman itu nu… nusuk A…Alvin, Kka…. Mereka nusuk Alvin, hiks… hiks…” tutur Sivia dengan terbata-bata penuh kepayahan.
            “gue takut Alvin ninggalin gue… gu… gue nggak mau A…Alvin pergi, Kka, nggak mau… hiks…hiks…hiks…” lanjut Sivia dengan isakkan yang lebih kuat lagi.
            Seumur hidupnya belum pernah Cakka melihat Sivia serapuh seperti sekarang ini. Merasa tidak sanggup melihat kondisi Sivia yang benar-benar menyedihkan, Cakka semakin mempererat pelukannya pada Gadis Bawel itu. Detik ini juga Cakka mengerti, bagaimana pentingnya arti hadir Alvin dalam kehidupan Sivia. Meski perih yang ia rasakan, tapi Cakka berusaha untuk ikhlas. Cakka tidak mau rasa egoisnya mengalahkan segalanya.
            “nggak Vi, nggak… Alvin nggak akan kemana-mana. Dia nggak akan ninggalin lo, percaya sama gue…”
            “gue takut, Kka…. Gue takut….”
            “sttt…. Lo percaya aja sama gue, gue pastiin Alvin nggak akan kemana-mana, nggak akan pernah kemana-mana….” Ujar Cakka seraya membelai lembut rambut Sivia.
            Beberapa saat kemudian Cakka melepaskan pelukannya dari Sivia. Ia menuntun Sivia untuk berdiri lalu duduk diruang tunggu. Dengan pelan Cakka mendudukan tubuh Sivia diatas kursi tunggu. Cakka duduk disamping Sivia, ia memegangi wajah Sivia menggunakan kedua tangannya lantas mengusap keringat dingin yang bercucuran diwajah Sivia.
            “nggak usah nangis lagi ya, Vi…?” pinta Cakka dengan lembut. Sivia menggeleng beberapa kali. Cakkapun kembali membawa Sivia kedalam pelukannya.
^_^
            Sekitar 15 menit kemudian, pintu ruang ICU pun terbuka. Ketika melihat seorang Dokter keluar dari ruang ICU, Cakka dan Sivia langsung menghampiri Dokter itu.
            “Dok, gimana keadaan Alvin, Dok…? Alvin baik-baik aja kan Dok?” Tanya Sivia dengan cemas.
            Sang Dokter tersenyum lalu menepuk pundak Sivia beberapa kali.
            “tidak apa-apa, Alvin baik-baik saja. Untung Alvin cepat dibawa kesini, jika tidak mungkin Alvin sudah kehilangan banyak darah. Alvin hanya butuh waktu beberapa hari saja untuk mengeringkan jahitan pada luka diperutnya, dan setelah itu, kondisi Alvin akan kembali seperti semula”
            Sivia langsung menghela nafas lega ketika mendengarkan penjelasan dari Dokter. Dalam hati Sivia langsung bersyukur. Ternyata Tuhan mengabulkan permintaannya. Sivia melirik sejenak kearah Cakka sambil tersenyum.
            “Alvin sudah bisa ditengok kan, Dok?” Tanya Cakka,
            “bisa, tapi setelah Alvin dipindah keruang perawatan”
            “baiklah”
Beberapa saat setelah Dokter pergi….
            “Via, elo udah telfon keluarganya Alvin?”
            Sivia menggeleng, “belom, Kka. Gue nggak punya nomer telfon keluarga Alvin, tapi tadi gue udah minta Dayat buat ngehubungin Mamanya Alvin”
^_^
            Sivia memasuki ruang perawatan Alvin tanpa Cakka. Cakka menolak saat tadi Sivia mengajaknya untuk masuk, Cakka bilang dia ingin menunggu diluar saja. Sivia yang memang sangat ingin melihat kondisi Alvin langsung saja menyetujui perkataan Cakka tadi.
            Cakka hanya tidak ingin mengganggu kebersamaan Alvin dan Sivia. Cakka merasa Alvin dan Sivia butuh waktu untuk berdua saja.
            Sivia duduk ditepi ranjang Alvin seraya menatap wajah Alvin yang saat itu tengah terlelap dengan tatapan nanar. Dibalik sikap cueknya yang sudah mencapai stadium akhir itu, ternyata Alvin sangat memperhatikannya. Bahkan Alvin rela mempertaruhkan nyawanya sendiri demi melindungi Sivia.
            Sivia mengangkat tangan kananya secara perlahan lalu mendaratkannya tepat diwajah Alvin. Air mata Sivia lagi-lagi terjatuh,
            “lo emang begok, Kunyuk! Lo cowok terbegok yang pernah gue kenal sepanjang hidup gue, tapi kenapa gue malah jatuh cinta sama lo, kenapa…?”
            Sivia meraih tangan kanan Alvin lalu mencium punggung tangannya. Sivia melakukannya agak lama,
            “berisik lo!! Nggak tau orang lagi tidur apa?” ucap Alvin yang tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya.
            Sivia mengangkat wajahnya dan melihat kearah Alvin yang saat itu tengah menatapnya sambil tersenyum jahil. Dasar Kunyuk! Sakit-sakit begini masih sempat-sempatnya ia tersenyum jahil seperti itu.
            Sivia buru-buru melepaskan tangan Alvin dari genggamannya lantas membuang mukanya kearah lain.
            “ciyeeee… yang takut banget kehilangan gue” goda Alvin seraya mencolek dagu Sivia. Sivia menepis tangan Alvin dengan cepat dari dagunya.
            “isshh… apaan sih?”
            “tadi aja lo nangis-nangisan, eehh… sekarang pas gue udah sadar lo malah sok cuek kayak gini. Udahlah, nggak usah gengsi kali, sama pacar lo ini juga….”
            “tau ah! Elo nyebelin tau, Nyuk” kata Sivia dengan nada suara sedikit bergetar. Sivia menunduk sedalam-dalamnya. Sivia tidak ingin Alvin tahu bahwa ternyata dia sangat cengeng.
            Alvin memegangi perutnya yang masih terasa sakit lantas mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk. Alvin memegang kedua pundak Sivia lalu menegakkan wajah Sivia hingga berhadapan dengan wajahnya. Alvin tersenyum sangat manis Gadis itu,
            “maafin gue ya udah bikin lo cemas? Gue janji lain kali nggak akan bikin lo cemas lagi, gue janji PRINCESS JELEK….”
            Mendengar ucapan Alvin barusan, Sivia malah sesunggukan. Tanpa berkata apa-apa lagi, Sivia langsung memeluk tubuh Alvin. Alvin sedikit meringis kesakitan ketika tubuh Sivia menyentuh perutnya yang masih terluka. Tapi bagi Alvin rasa sakit itu belum seberapa. Alvin masih bisa menahan rasa sesakit apapun asalkan Si Jelek ini selalu ada disampingnya.
            “gue tadi takut banget tau nggak, Vin? Gue takut lo bakalan ninggalin gue, gue takut… hiks…”
            “kan tadi gue udah bilang gue akan baik-baik aja. Asal lo percaya sama gue, gue pasti akan selalu baik-baik aja, Vi…”
            Sivia mengangguk berkali-kali sambil menyeka air matanya. Alvin tersenyum kecil lantas mendaratkan sebuah kecupan hangat tepat dipuncak kepala Sivia.
            “gue sayang lo, Kunyuk, gue cinta sama lo, gue nggak mau kehilangan lo. Sampe kapanpun itu gue nggak mau kehilangan lo…”
            “gue juga, Lek… tapi seenggaknya sekarang, Si Cakka Nuraga itu nggak bakalan ngebunuh gue gara-gara elo yang kena tusuk sama preman busuk itu” Sivia tidak sedikitpun menggubris ucapan Alvin.
            Sivia melepaskan sejenak pelukannya dari Alvin. Untuk beberapa lama Alvin dan Sivia saling menatap satu sama lain sambil melemparkan senyuman. Beberapa detik kemudian, Sivia mendaratkan sebuah kecupan kilat tepat dibibir Alvin. Hanya sedetik saja, Siviapun kembali mendaratkan dirinya dalam pelukan Alvin.
            Ketika mendengar ada suara seseorang yang membuka pintu, Alvin dan Sivia langsung mengurai pelukan mereka. Secara bersamaan mereka melihat kearah pintu.
            Tampak seorang wanita cantik yang ternyata adalah Mama Alvin memasuki ruang perawatan Alvin dengan raut wajah yang tidak kalah cemasnya dari raut wajah Sivia tadi.
            “Alvin, kamu nggak apa-apa kan, sayang?” ujar Mama seraya mendekat kearah Alvin. Ketika Alvin dan Mamanya sudah berdekatan, Sivia langsung mundur beberapa langkah untuk memberikan ruang yang lebih luas lagi untuk Mama Alvin.
            “Alvin nggak apa-apa kok, Ma….” Jawab Alvin dengan santai,
            “kok bisa ketusuk kayak gini sih? Haa…?”
            “ceritanya panjang Ma, kapan-kapan aja Alvin ceritain, yang pentingkan sekarang Alvin udah nggak apa-apa. Oya Ma, kenalin, ini pacar Alvin, namanya Via. Cewek yang selalu Alvin ceritain ke Mama…” ucap Alvin memperkenalkan Sivia pada Mamanya.
            Alvin mengulurkan tangannya dan memberikan kode pada Sivia untuk menyambut uluran tangannya. Siviapun menyambut uluran tangan Alvin lalu memberikan sebuah senyuman untuk Mama Alvin,
            “jadi ini dia ceweknya? Cantik, Vin, kamu pinter nyari cewek….” Pujian dari Mama Alvin itu sukses membuat Sivia tersipu malu.
            “dia jangan dibilang cantik Ma, nanti dia malah gede kepala lagi…”
            Sivia melirik sengit kearah Alvin. Tapi lirikan sengit itu malah dibalas senyuman oleh Alvin. Beberapa saat kemudian, Sivia menyalami tangan Mama Alvin lantas mencium punggung tangan Mama Alvin dengan sopan.
            “kenalin Tante, aku Sivia…”
            “Tante udah tau sayang, Alvin cerita banyak tentang kamu”
            “cerita apa aja Tante?”
            Belum sempat Mama menjawab pertanyaan Sivia, tangan Alvin sudah bergerak cepat menoyor kepala Sivia,
            “kepo lo!”
            “isshhhh…. Kunyuk!! Tante liat sendiri kan gimana nyebelinnya anak Tante yang satu ini?”
            Renata hanya tertawa kecil melihat tingkah kedua orang aneh yang ada dihadapannya saat ini. Tiba-tiba saja Handphone Renata bergetar, ketika melihat nama yang tertera pada layar ponselnya, Renata langsung pamit pada Sivia dan Alvin untuk mengangkat telfon.
            2 menit kemudian Renata kembali lagi,
            “dari siapa, Ma?” Tanya Alvin,
            “dari Pak Zacky, Pak Zacky minta Mama buat balik kekantor, ada rapat soalnya”
            “ya udah, Mama balik aja”
            “kalau Mama pergi siapa yang bakalan jagain kamu disini?”
            Alvin menarik pinggang Sivia hingga berdekatan dengannya,
            “kan ada PEMBANTU Alvin, Ma…” jawab Alvin seraya menunjuk kearah Sivia. Sivia hanya pasrah saja ketika Alvin memperlakukannya seperti itu didepan Mamanya.
            “ya udah kalo gitu. Oya, Vin, Mama telfonin Papa ya?”
            “nggak usah Ma, lagian Alvin juga nggak butuh Papa” ucap Alvin buru-buru,
            “tapi Vin, Papa kamu harus tau”
            “udahlah, Ma. Papa nggak perlu tau, toh sekarang juga Alvin udah nggak apa-apa kok” jawab Alvin keras kepala.
            Mama mendekat kearah Alvin lalu membelai rambut Alvin beberapa kali,
            “ya udah, Mama nggak akan telfon Papa”
            “makasih Ma….”
            “kalo gitu Mama pamit ya? Via, Tante titip Alvin ya? Kalo Alvin nakal jewer saja kupingnya” ujar Mama sedikit bergurau. Sivia hanya mengangguk sambil tersenyum.
^_^
            Jarum jam didinding ruang perawatan Alvin sudah menunjukan pukul 18.30. tapi hingga saat ini Sivia masih setia menunggu Alvin. Tadi Sivia sudah meminta Cakka untuk memberitahu Mamanya bahwa mungkin hari ini Sivia akan pulang telat. Cakka pun sudah pulang terlebih dahulu tanpa menunggu Sivia sekitar sejam yang lalu.
            Sivia duduk disofa seraya menatap Alvin yang saat itu tengah sibuk bermain game dengan menggunakan PSP nya. Sivia menatap Alvin dengan pandangan setengah jengkel.
            “Nyuk, hubungan lo sama Bokap lo nggak baek ya?” Tanya Sivia tiba-tiba. Pertanyaan dari Sivia itu kontan saja membuat Alvin kaget dan menghentikan permainan gamenya sejenak. Alvin menghela nafas panjang,
            “kok lo bisa nanya kayak gitu?” Tanya Alvin balik lalu melanjutkan permainannya yang sempat terhenti.
            “buktinya tadi waktu Nyokap lo mau nelpon Bokap lo dan ngasih tau kalo lo lagi dirawat, lo malah nggak mau”
            Kali ini Alvin melepaskan PSP nya. Sivia yang menyadari ada sebuah perubahan pada air muka Alvin buru-buru menarik pertanyaannya tadi. Sivia takut pertanyaannya itu salah dan malah membuat Alvin marah.
            “lupain pertanyaan gue tadi” ucap Sivia sambil menunduk dalam.
            “sini lo!” kata Alvin seraya mengulurkan tangannya untuk Sivia.
            Sivia mengangkat wajahnya. Ia terdiam sejenak,
            “sini nggak lo?” kata Alvin lebih keras lagi.
            Secara perlahan Sivia bangkit dari duduknya lalu berjalan menghampiri Alvin. Sivia menerima uluran tangan Alvin dan duduk disampingnya. Alvin melingkarkan lengannya pada leher Sivia. Sivia masih menunduk dalam,
            “mungkin sekarang udah saatnya lo tau tentang latar belakang gue. Dan lo musti tau, Vi, selama ini, gue nggak pernah sekalipun cerita tentang masalah pribadi gue kesiapapun, dan sekarang gue udah mutusin buat cerita semuanya keelo, dan itu artinya gue udah percaya sepenuhnya sama lo, lo ngerti?”
            Sivia mengangguk pelan.
            “jadi, 2 tahun yang lalu, Papa gue menggugat cerai Mama gue, hal itu bikin gue dan adek gue Acha sangat shock, apalagi waktu itu Mama gue cinta banget sama Papa gue. Berkali-kali Mama mohon sama Papa buat nggak dicerain, tapi Papa gue nggak mau, dia tetep pada pendiriannya. Akhirnya Mama mengalah, Mama berusaha menerima semuanya dengan ikhlas, sejak saat itulah gue benci sama Papa gue, Vi, gue nggak akan pernah mau maafin dia, nggak akan…”
            “Vin….”
            “dan yang lebih jahatnya lagi, sebulan setelah mereka resmi bercerai, Papa malah sudah punya Wanita lain yang akibatnya bikin Mama gue semakin terpuruk. Mungkin nggak ada satupun yang tahu, bahwa sampe saat ini Mama gue masih sangat mencintai Papa gue… Tapi dalam hati gue, gue sudah bertekad untuk merebut Papa gue kembali dari wanita itu, gue bersumpah Papa gue akan kembali lagi sama Mama gue. Gue mungkin jahat Vi, tapi gue juga ngelakuin semua ini demi Mama, Mama yang selama ini udah berkorban banyak buat gue, Mama yang udah mempertaruhkan nyawanya saat ngelahirin gue….”
            “gue ngerti perasaan lo, Vin, karna gue juga udah pernah ngerasa kehilangan seperti apa yang lo rasain. Gue sangat mengerti Alvin…”
            Beberapa saat kemudian, Alvinpun langsung memeluk erat tubuh Sivia. Dalam pelukan Sivia, Alvin merasa semua beban yang selama ini memberatkan setiap langkahnya terasa begitu ringan. Alvin tidak pernah tahu sejak kapan ia merasakan hal ini, tapi yang jelas, berada disamping Sivia membuat Alvin kuat menghadapi segalanya.
^_^
            Sivia tertidur pulas disamping Alvin dengan posisi duduk. Sivia melipat kedua tangannya ditepi ranjang Alvin sambil menenggelamkan wajahnya. Alvin membuka kedua matanya dan melihat Sivia yang saat itu tengah terlelap. Alvin mengangkat tangan kanannya lalu mendaratkannya tepat diatas kepala Sivia,
            “lo pasti capek banget ya hari ini, Vi? Maafin gue ya? Ini semua gara-gara gue” ujar Alvin pelan seraya membelai lembut rambut Sivia.
            Beberapa saat kemudian, Alvin teringat akan sesuatu. Ia meraih Handphone milik Sivia yang terletak diatas meja kecil yang berada tepat disamping tempat tidurnya. Alvin membuka handphone Sivia dan mencari nama seseorang pada contack listnya. Setelah menemukan nama ‘Cakka Nuraga’ Alvinpun mengetik sebuah pesan singkat untuk Cakka,
==========================
Your message To: Cakka Nuraga
Lo jemput Via sekarang juga
Dirumah sakit.
==========================
^_^
            “Kka, hari ini gue nggak kesekolah ya?” ucap Sivia pada Cakka sebelum ia meniki motor Cakka.
            “ya terus lo mau kemana?”
            “gue mau nemenin Alvin dirumah sakit, Kka. Kan kasian dia sendiri”
            “tapi, Vi masa lo mau bolos lagi? Ini udah 2 kali lo bolos, sekali lagi lo bolos lo bakalan dapet surat panggilan orang tua”
            “Kka, plissss…. Sekali ini aja! Gue janji setelah gue nggak akan bolos lagi, plisss Kka, ato bilaperlu lo bikinin gue surat keterangan sakit deh biar nggak alpa. Ya Kka? Plis bantuin gue, plis, plis, plisss…..” ucap Sivia benar-benar memohon dihadapan Cakka. Kali ini Sivia benar-benar berharap Cakka akan mau membantunya.
            Beberapa detik menunggu jawaban Cakka dengan perasaan yang tidak karuan, Cakkapun terdengar menghela nafas panjang lantas mengangguk dengan sangat terpaksa. Sivia tersenyum senang dan langsung menghambur kedalam pelukan Cakka,
            “hwaaa…. Cakka makasih yaa? Lo emang sahabat gue yang paling pengertian tau nggak?”
            “ya ya ya…. Tapi elo harus janji ini yang terakhir, karna setelah ini gue nggak akan mau ngebantuin lo lagi”
            “iya Kka, iya, gue janji….” Ucap Sivia dengan bersungguh-sungguh.
^_^
            “Kunyuuukkkkk!!!” Panggil Sivia sambil membuka pintu ruang perawatan Alvin.
            Alvin yang saat itu tengah membaca sebuah buku langsung mengangkat wajahnya dari buku lalu melihat kearah Sivia dengan pandangan tidak suka.
            “ngapain lo disini pagi-pagi?” Tanya Alvin yang seakan-akan tidak menerima kehadiran Sivia.
            Sivia mengerucutkan bibirnya lalu berjalan perlahan menghampiri Alvin,
            “gue kesini mau nemenin lo”
            “berarti lo nggak sekolah dong hari ini? Lo bolos??”
            “yaaaa… terpaksa” jawab Sivia dengan raut wajah sok lugu.
            Tanpa berkata apa-apa lagi pada Sivia, Alvin langsung saja melayangkan sebuah toyoran yang lumayan keras tepat pada kening Sivia. Sivia meringis pelan sambil mengusap keningnya beberapa kali,
            “awww… sakit Kunyuk!”
            “belagu banget lo pake nggak masuk sekolah segala? Udah ngerasa pinter lo? Haa….?”
            “iiihhh…. Lo itu kenapa sih, pacar dateng bukannya seneng malah marah-marah, aneh tau nggak?”
            “lebih aneh lagi itu lo…”
            “elo tuh yang aneh….”
            “pake nyahut lagi lo. Mau gue sumpel tuh mulut?”
            Sivia kembali memanyunkan bibirnya. Dasar Kunyuk tidak tahu terimakasih! Masih untung Sivia rela bolos sekolah Cuma demi menemaninya dirumah sakit, bukannya mengucapkan terimakasih malah marah-marah tidak jelas. Kalau tahu akan seperti jadinya, Sivia tadi pasti akan mengikuti ucapan Cakka untuk tidak bolos hari ini.
            “sebagai ganjarannya karna lo bolos hari ini, lo harus masak nasi goreng buat gue!”
            “WHAAATTTT……??” Kaget Sivia. Memangnya Sivia mau memasak dimana? Kan tidak lucu jika Sivia harus pulang hanya untuk memasak nasi goreng buat Kunyuk ini.
            “kenapa kaget? Lo nggak mau??”
            “bukannya gitu Nyuk, Cuma aja gue mau masak dimana? Bahan-bahannya juga harus nyari dimana? Masa iya gue harus pulang? Bisa-bisa gue digantung Mama gue kalo sampe dia tau gue bolos”
            “itu sih derita lo!” kata Alvin cuek.
            “gue beliin aja ya dirumah makan depan? Gue yang bayar deh” rayu Sivia berusaha merubah fikiran Alvin.
            Alvin menggeleng dengan mantap,
            “nggak bisa! Gue maunya nasi goreng buatan lo!! Ngerti?”
            “tapi, Vin…..”
            “SEKARANG….”
            “Vin….”
            “lima… empat, tiga, du—“
            “iya, iya…. Dasar lo ngerjain gue aja bisanya” kata Sivia pasrah.
            Sivia keluar dari ruang perawatan Alvin sambil membanting pintu dengan keras. Alvin sedikit kaget tapi merasa puas juga karna sudah berhasil mengerjai Si Jelek itu entah untuk yang keberapa kalinya.
            “mampus lo!!” gumam Alvin pelan.
^_^
            Sivia mondar mandir didepan gedung rumah sakit memikirkan dimana ia harus memasak nasi goreng untuk Alvin tanpa harus pulang kerumahnya. Setelah cukup lama befikir, Sivia tidak juga menemukan sebuah ide.
            Ketika secara tiba-tiba arah pandangan matanya tertuju pada sebuah Rumah Makan yang terletak tepat disebrang rumah sakit, Sivia seakan mendapat sebuah pencerahan. Sivia tersenyum licik lalu melangkah  dengan yakin kearah rumah makan itu.
^_^
            15 menit kemudian Sivia kembali keruang perawatan Alvin dengan membawa sepiring nasi goreng hangat khusus untuk Alvin.
            “Hay…. Kunyuukkkk!! Pacar lo yang super kece ini balik lagi dengan membawa sepiring nasi goreng special buat elo…” Ucap Sivia tanpa rasa berdosa sedikitpun.
            Sivia duduk dikursi yang ada disamping tempat tidur Alvin sambil menyodorkan sepiring nasi goreng itu dihadapan Alvin. Alvin menatap sepiring nasi goreng itu dengan tatapan curiga. Sepertinya ada yang tidak beres. Fikir Alvin.
            “kok malah ditonton? Dimakan dong sayang…” ucap Sivia dengan nada sok manis. “atau…. Apa perlu gue supain? Sini gue suapin” lanjut Sivia sambil menyendokan sesendok nasi goreng itu untuk Alvin.
            Alvin menahan tangan Sivia yang hendak menyuapinya seraya menggeleng beberapa kali,
            “nggak,  gue nggak mau” tolak Alvin mentah-mentah,
            “lho, kenapa??”
            “lo fikir gue begok? Gue tau ini bukan nasi goreng buatan lo. Jadi jangan coba-coba buat nipu gue”
            Sivia langsung menunduk putus asa.
            “sekarang lo keluar lagi, dan masak nasi goreng buat gue”
            Hening untuk beberapa saat. Satu detik, dua detik, tiga detik, dan…….
            “Hwaaaaa….. Mamaaaaaaa!! Alvin jahaaattttt…. Hiks… hikss….”
            Sivia menangis sejadi-jadinya dihadapan Alvin. Melihat Sivia yang menangis seperti anak kecil Alvin terlihat kebingungan. Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
            “Heh, jelek! Kenapa lo malah nangis??”
            “HIKS… HIKS… HIKS… LO JAHAT BANGET SAMA GUE?? Gue kan sekarang udah jadi pacar lo bukan jongos lo lagi, kenapa lo nggak berubah-berubah juga? Hik… hiks… hikss….” Isakkan Sivia semakin kuat terdengar dan membuat Alvin semakin kebingungan.
            “aduh… lo jangan nangis lagi kek! Jangan nangis nangis lagi yaa? Nanti gue beliin cokelat”
            Sivia langsung terdiam seketika. Ia menyeka air matanya lalu melirik kearah Alvin,
            “beneran yaa??”
            Alvin menghela nafas panjang dan dan memasang raut wajah bosan.
            “nih cewek udah umur berapa sih??” ujar Alvin dalam hati…
                        BERSAMBUNG….
 #repost by duniasukasukamimy.blogspot.co.id   /
Thanks for reading Cerber - Seperti Sebuah Bintang Part 18 "Let It Flow"

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »